Dinasti Politik melumpuhkan Demokrasi Indonesia

Politik Dinasti Melumpuhkan Demokrasi

Pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) secara langsung adalah salah satu perwujudan instrumen demokrasi dan dijamin oleh undang-undang. Dengan sistem ini, harapan terwujudnya sebuah kedaulatan rakyat dapat terealisasikan secara menyeluruh, mengingat bahwa negara kita menganut demokrasi yang dijamin oleh UUD 1945.



Pilkada 2024 akan dilaksanakan secara serentak di tujuh provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota di seluruh wilayah Indonesia dari Sabang-Merauke. Berbagai tahapan telah disiapkan untuk mematangkan persiapan Pilkada. Misalnya, KPU telah menyusun seluruh tahapan dalam pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada 2024 nanti.

Para calon yang akan bertarung atau maju dalam Pilkada 2024 juga mulai mengatur siasat dan strategi dalam menyambut pesta demokrasi pada 2024. Tak ketinggalan, para relawan dari tim pemenangan juga mulai melakukan blusukan di berbagai desa untuk menghegemoni masyarakat terkait calon yg akan di menangkan.

Pembentukan tim pemenangan atau relawan terus di matangkan untuk memperkuat basis dukungan di berbagai desa. Pilkada 2024 Dalam kondisi pandemi COVID-19 varian baru (Bukan varian Coklat untuk toping kue yah hahhaha) maaf Lanjut, ini tentu akan menjadi tantangan tersendiri bagi calon yang akan memperebutkan posisi di singgasana dan tentunya tidak mudah untuk memenangkan persaingan ditengah pandemi COVID-19 ini.

Tentunya, para kontestan calon kepala daerah sudah menyiapkan segala cara jauh-jauh hari demi memenangkan pilkada tersebut. Salah satunya yaitu melalui rekomendasi partai politik sebagai kendaraan taktis dalam bertempur pada Pilkada 2024.

Tentu, bukan hal mudah untuk memperoleh rekomendasi dari suatu partai dan sudah pasti dengan mahar yang cukup tinggi. Sebab, sudah pasti partai politik juga tidak akan memberikan rekomendasi secara cuma-cuma bagi calon yg ingin maju melalui partainya, walaupun mereka adalah loyalis sejati dari partai tersebut. Karenanya, kemampuan finansial dan kedekatan terhadap tokoh pimpinan partai akan menjadi jurus handal untuk memperoleh rekomendasi dari partai tersebut.

Sebagai negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia telah melahirkan dinasti politik yang mengancam secara signifikan terhadap semangat sistem politiknya. Dinasti politik di Indonesia bertahan karena adanya keluarga yang menggunakan jaringan patronase dan kekayaan. Tujuannya tak lain adalah melanggengkan kekuasaan politik.

Jika politik dinasti di Indonesia masih terus berlanjut, wajah-wajah baru yang mungkin jauh lebih baik dan mumpuni untuk memimpin daerah tersebut akan tersingkir. Tersingkirnya calon potensial sendirinya oleh calon lain pada dasarnya mengabaikan kepemimpinan dan kemampuan bertata negara memimpin. Melainkan, calon dari politik dinasti mengandalkan modal backup dari penguasa dan tokoh sentral yg mengusungnya, serta ancaman pelanggengan kekuasaan dari pihak tertentu akan terus berjalan.

Masyarakat pada khususnya akan terjebak kepada politik prosedural yang dihasilkan dari politik kekerabatan. Bukan hasil perkawinan dari orang-orang yang berkompeten dalam membawa perubahan.

Politik dinasti adalah koloni. Koloni koncoisme dan koloni kerabatisme yang tak lain tujuannya adalah untuk menlanggengkan kekuasaan. Memang, kekuasaan menggiurkan sehingga terus di wariskan pada anak, istri dan menantu.

Keberadaan dinasti politik bisa berbahaya dari sisi etika politik karena akan menghambat kerja politik. Selain itu, kepentingan kelompok tertentu dalam circle tersebut akan lebih diakomodir daripada kepentingan publik atau kepentingan rakyat. Dinasti politik membuat partisipasi masyarakat menjadi minim serta masyarakat akan khawatir terhadap praktik Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) jika calon dari hasil dinasti politik tersebut terpilih.


Penulis | Asri Zhen

Sumber Referensi : Berbagai Sumber







Posting Komentar

0 Komentar