Menjadi Pemuda di persimpangan tradisi

Ilustrasi Gambar oleh : liwaqPena
 


Liwaq Pena - Hidup di desa sering kali berarti hidup dalam lingkaran tradisi. Adat tidak hanya sekadar kebiasaan, melainkan bahasa yang dengannya manusia berhubungan dengan alam, leluhur, dan sesamanya. Namun kini, lingkaran itu mulai retak. Pemuda desa yang menimba ilmu di luar, pulang dengan wajah baru mengenakan baju kota, membawa bahasa asing, tetapi kehilangan suara nenek moyang.


Kita mesti bertanya, apa arti sebuah tradisi? Apakah ia hanya ritual tanpa makna, ataukah ia fondasi eksistensi kita sebagai manusia yang lahir di tanah tertentu? Tradisi adalah ingatan kolektif, sebuah cermin yang membuat kita mengenal diri. Ketika pemuda mulai mengabaikannya, yang hilang bukan sekadar upacara adat, melainkan orientasi hidup. Sebab, manusia tanpa akar hanyalah daun kering, diterbangkan angin modernitas tanpa tahu ke mana akan jatuh.


Ironisnya, pendidikan yang diharapkan menjadi cahaya justru sering menjadi pisau. Ia memutus jarak antara masa lalu dan masa kini, sehingga pemuda merasa lebih “tinggi” dari kampung halamannya. Mereka lupa bahwa kebijaksanaan lokal bukanlah sesuatu yang harus ditinggalkan, melainkan jembatan untuk mengukur langkah ke depan.


Filsafat mengajarkan kita bahwa manusia sejati adalah manusia yang sanggup berdialog dengan masa lalunya. Tradisi tidak harus dipuja secara buta, tetapi juga tidak boleh diputus begitu saja. Ia perlu ditafsir ulang, dimaknai ulang, agar hidup di zaman yang berubah tetap punya dasar yang kokoh. Pemuda yang bijak bukanlah mereka yang menolak adat, melainkan mereka yang mampu menghidupkannya kembali dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan zaman.


Jika pemuda desa hanya mengejar bayangan luar dan lupa wajah desanya, maka ia akan kehilangan identitas. Desa tanpa tradisi hanyalah ruang kosong, sekadar peta geografis tanpa jiwa. Tetapi desa yang dirawat bersama, dengan pemuda sebagai penjaga nilai, akan menjadi rumah yang bukan hanya berdiri, tetapi berakar.


Pada akhirnya, pilihan selalu ada di tangan pemuda apakah menjadi generasi yang menutup mata pada warisan leluhur, atau menjadi generasi yang menjahit kembali benang tradisi agar tidak terputus di tengah arus dunia.



|Zen

Posting Komentar

0 Komentar