Jejak
kehidupan dari satu generasi ke generasi yang lainnya senantiasa mengalami
perubahan. Perubahan ada yang bersifat
positif atau bahkan cenderung menuju kearah negatif, tergantung pembawaan dari
setiap subjek pelakunya. Salah satu subjek yang cukup dominan menjadi garda depan
perubahan suatu bangsa khususnya
Indonesia yaitu kaum mahasiswa, dari tahun sebelum kemerdekaan, sampai yang
sangat mencolok mahasiswa membuktikan kekuatannya dengan menumbangkan rezim
Orde Baru pada tanggal 21 Mei 1998, dan sampai era reformaspun peranan
mahasiswa masih ada walaupun tidak mencolok seperti dahulu.
Dari setiap generasi agaknya
mahasiswa mulai mengalami kemerosotan kualitas, dari mulai kemerosotan
Intelektual, nalar kritis, moralitas, sampai yang paling parah adalah kepekaan
terhadap hajat hidup sosial masyarakat. Mahasiswa harusnya mampu membuktikan
diri sebagai ”Agen Of Change”, yang
artinya mahasiswa harus menjadi agen perubahan, untuk dirinya sendiri dan untuk
orang lain. Akan begitu munafik ketika kita yang menyandang gelar agen
perubahan namun pada praktinya mahasiswa masih nihil. Agaknya mahasiswa tidak
hanya perlu membanggakan segudang teori yang ada di otaknya, namun suatu
tindakan yang riil untuk kemaslahatan umat menjadi suatu keawajiban dan
tanggungan yang perlu di prioritaskan.
Salah satu yang menjadi sorotan
tajam dan PR untuk kalangan mahasiswa
yang termasuk kaum intelektual dan kaum Cendikia, adalah suatu nalar kritis
yang setiap generasi turun drastis, terjadi penganjlokan nalar kritis yang
sampai saat ini pada tahun 2014, nalar kritis mahasiswa di ambang kematian
dan hampir punah. Begitu mirisnya
realitas yang ada, mahasiswa sebagai penyambung masa depan bangsa tapi nyatanya
tidak pernah sedikitpun memikirkan masa depan bangsa. Akan sangat berdosa
ketika kita mengingkari fitrah manusia yang mempunyai akal, tetapi tidak digunakan
untuk kesejahteraan sesama manusia. Seperti yang dikatakan Mahatma Gandhi- “ Bahwa orang akan berdosa ketika ia tidak bekerja
atau melakukan apapun tetapi dia tetap
hidup enak”.
Mahasiswa hari ini hanya disibukan
dengan banyak hal yang tidak penting,
mahasiswa banyak dilenakan dengan facemut-facemut yang tidak bermutu bahkan
tidak menyehatkan, digilakan dengan teknologi yang kian hari peranan teknologi
tidak digunakan dengan semestinya, yang justru rusaknya sendi-sendi fundamental
dalam kehidupan mulai rapuh tergerus perubahan zaman yang atmosfernya menuju
keburukan generasi. Mahasiswa bukan lagi seperti anak TK yang hanya diam saja
ketika dia menerima ilmu, tidak lagi seperti anak SD yang di setiap waktu dicekoki
berjubal mata pelajaran hanya untuk menghadapi UN yang dipertaruhkan selama
tiga hari saja, tetapi mahasiswa adalah kaum intelektual yang dituntut untuk
membimbing bangsa ini menuju kearah yang lebih baik. Kalau melihat mahasiwa abad 21 ini,
mahasiswa tidak lagi memiliki motivasi tinggi untuk mengingatkan dosen apalagi
mengkritik dengan pedas apabila dosen salah, eh, malah asyik-asyiknya tidur,
mengantuk, tidak konsentrasi atau hanya pasif diam seribu bahasa. Seperti
itulah kiranya gambaran penurunan kualitas nalar kritis mahasiswa yang tengah
menaungi dunia pendidikan di kalangan Universitas Tanah Air.
Setidaknya
kita harus mulai membongkar nalar kritis mahasiswa untuk pencerahan hidup
sebagai perwujudan sikap idealisme yang revolusioner, dan harus melekat disetiap
mahasiswa. Menurut KBBI definisi idealisme adalah (1) Aliran ilmu filsafat yang
menganggap pikiran atau cita-cita sebagai satu-satunya hal yang benar yang
dapat dicamkan dan dipahami, (2) Hidup atau berusaha hidup menurut cita-cita,
menurut patokan yang dianggap sempurna. Dan pengertian nomor dua adalah yang
sering kita alami. Kalau di runut pada akar kata idealisme dan idealis,
Idealisme bermula dari perkataan Plato tentang pandangannya yang
ideal bahwa ide adalah esensi yang transenden yang melatari setiap realitas
yang ada di luar sehingga ide menjadi realitas yang fundamental. Pandangan
tersebutlah yang memunculkan beragam teori seperti George Berkeley dengan
pandangan idealisme subjektivnya yang menekankan bahwa keberadaan ide harus
bersandar pada akal. Lalu, ada Imanuel Kantt dengan transenden idealisme yang melihat bahwa
ide adalah sesuatu yang transenden dalam pikiran kita. Hegel kemudian mencoba mensintesiskan keduanya sehingga menyebutkan
kalau ide adalah esensi dari alam dan alam adalah keseluruhan jiwa yang
diobjektivkan (Inspiration of Dunia Shopie, Jostein Garder). Secara garis
besar bahwa idealisme itu haruslah berawal dari akal, meskipun terkadang tidak
rasional. Setidaknya mahasiswa harus dan wajib mempunyai cita-cita dan prinsip
yang mendunia, untuk bagaimana bisa mengubah tatanan hidup yang lebih sejahtera.
Bagaimana
sikap idealisme ini akan berjalan dengan baik, yaitu ketika mahasiswa mempunyai
daya intelektual yang luas, mempunyai nalar kritis yang tajam, peka terhadap
lingkungan sosial yang kian hari kesejahteraan mulai ramai di perjual-belikan.
Jalur pendidikan adalah salah satu cara untuk membentuk idealisme dengan ideal,
pendidikan tingkat perguruan tinggi harus mencetak generasi revolusioner.
Agaknya budaya banyak membaca buku dan budaya diskusi harus kembali dibudayakan
untuk
membantu menuntaskan PR yang belum selesai ini, dan mahasiswa tidak hanya dituntut
menjadi KUKANG ( Kuliah-Kantin-Pulang ) yang masih dilestarikan dan harusnya
mulai ditipiskan saat ini, banyak kegiatan di luar kuliah yang mempunyai manfaat
seperti kegiatan diskusi, bedah buku, terjun sosial, dan masih banyak lagi kegiatan bermutu untuk membantu
“Agen Of Change “ menghadapi tantangan zaman yang
dinamis, dan mahasiswa tidak membiarkan waktunya hingga basi baru kemudian
sadar bahwa ia telah membuang waktunya.
Biar
bagaimanapun idealisme mahasiswa adalah bekal idealisme kita sebagai calon
pemimpin bangsa. Seperti pepatah Arab
mengatakan “ syubanul yaum, rijalul
ghaddi (pemuda hari ini adalah
pemimpin hari esok) ”. Inilah tanggungan “ Agen
Of Change ” dan agen revolusioner, karena perubahan pun tak akan berubah
hanya karena idealisme semata, namun perlu gerakan dari idealisme kita. Demikian
yang diucapkan Soe Hok Gie, “ Patriotisme
tidak akan lahir dari hipokrisi dan slogan”. Idealisme mahasiswa adalah
idealisme kader Tuhan untuk memperjuangkan kesejahteraan yang menjadi jiwa manusia,
dan keadilan sebagai nurani kita. ” Berfikirlah
Bebas, Cerdas, Kritis dan Filosofis”, mari bangkitkan nalar kritis mahasiswa
sebagai perwujudan idealisme, sebelum idealisme mahasiswa benar-benar di injak-injak sampai mati. Lalu
saat ini seberapa besarkah nalar kritis dan idealisme yang berkembang dikalangan
mahasiswa saat ini???

0 Komentar
Terimakasi Atas Partisipasinya Kawan