Kepemimpinan Masa Depan

 Tonggak kepemimipin masa depan bertumpu pada pemuda-pemudinya. Bahwa apa yang dilakukan generasi bangsa pada masa kini merupakan cerminan masa depan bangsa pada hari esok. Adapun perkataan Ir.Soekarno yaitu “ Berikan aku 100 orang tua niscaya akan aku cabut Semeru dari akarnya, atau berikan aku 10 orang pemuda niscaya akan aku guncangkan dunia”.  Adalah fatal jika membiarkan generasi muda mengalami degradasi generasi  yang begitu mengerikan. Ketika pendidikan seharusnya sebagai amunisi melawan kemerosotan generasi masa kini, yang  mampu membebaskan  diri dari lingkaran kebobrokan generasi bangsa, akan tetapi pada praktiknya masih nihil. Meminjam kata-kata Bung  Karno pada pembukaan diatas, menyatakan bahwa “konstitusi untuk manusia bukan manusia untuk konstitusi “, bukan malah sebaliknya .Sekarang orientasi futuristik telah diganti opurtunisme matematik, seperti politik dagang sapi yang tengah panas di dunia perpolitikan Indonesia
Jejak kehidupan dari satu generasi ke generasi yang lainnya senantiasa mengalami perubahan. Perubahan  ada yang bersifat positif atau bahkan cenderung menuju kearah negatif, tergantung pembawaan dari setiap subjek pelakunya. Salah satu subjek yang cukup dominan menjadi garda depan perubahan  suatu bangsa khususnya Indonesia yaitu kaum mahasiswa, dari tahun sebelum kemerdekaan, sampai yang sangat mencolok mahasiswa membuktikan kekuatannya dengan menumbangkan rezim Orde Baru pada tanggal 21 Mei 1998, dan sampai era reformaspun peranan mahasiswa masih ada walaupun tidak mencolok seperti dahulu.
            Dari setiap generasi agaknya mahasiswa mulai mengalami kemerosotan kualitas, dari mulai kemerosotan Intelektual, nalar kritis, moralitas, sampai yang paling parah adalah kepekaan terhadap hajat hidup sosial masyarakat. Mahasiswa harusnya mampu membuktikan diri sebagai ”Agen Of Change”, yang artinya mahasiswa harus menjadi agen perubahan, untuk dirinya sendiri dan untuk orang lain. Akan begitu munafik ketika kita yang menyandang gelar agen perubahan namun pada praktinya mahasiswa masih nihil. Agaknya mahasiswa tidak hanya perlu membanggakan segudang teori yang ada di otaknya, namun suatu tindakan yang riil untuk kemaslahatan umat menjadi suatu keawajiban dan tanggungan yang perlu di prioritaskan.
            Salah satu yang menjadi sorotan tajam dan PR untuk  kalangan mahasiswa yang termasuk kaum intelektual dan kaum Cendikia, adalah suatu nalar kritis yang setiap generasi turun drastis, terjadi penganjlokan nalar kritis yang sampai saat ini pada tahun 2014, nalar kritis mahasiswa di ambang kematian dan  hampir punah. Begitu mirisnya realitas yang ada, mahasiswa sebagai penyambung masa depan bangsa tapi nyatanya tidak pernah sedikitpun memikirkan masa depan bangsa. Akan sangat berdosa ketika kita mengingkari fitrah manusia yang mempunyai akal, tetapi tidak digunakan untuk kesejahteraan sesama manusia. Seperti yang dikatakan Mahatma Gandhi- “ Bahwa orang akan berdosa ketika ia tidak bekerja atau melakukan  apapun tetapi dia tetap hidup enak”.
            Mahasiswa hari ini hanya disibukan dengan banyak  hal yang tidak penting, mahasiswa banyak dilenakan dengan facemut-facemut yang tidak bermutu bahkan tidak menyehatkan, digilakan dengan teknologi yang kian hari peranan teknologi tidak digunakan dengan semestinya, yang justru rusaknya sendi-sendi fundamental dalam kehidupan mulai rapuh tergerus perubahan zaman yang atmosfernya menuju keburukan generasi. Mahasiswa bukan lagi seperti anak TK yang hanya diam saja ketika dia menerima ilmu, tidak lagi seperti anak SD yang di setiap waktu dicekoki berjubal mata pelajaran hanya untuk menghadapi UN yang dipertaruhkan selama tiga hari saja, tetapi mahasiswa adalah kaum intelektual yang dituntut untuk membimbing bangsa ini menuju kearah yang lebih baik. Kalau melihat mahasiwa abad 21 ini, mahasiswa tidak lagi memiliki motivasi tinggi untuk mengingatkan dosen apalagi mengkritik dengan pedas apabila dosen salah, eh, malah asyik-asyiknya tidur, mengantuk, tidak konsentrasi atau hanya pasif diam seribu bahasa. Seperti itulah kiranya gambaran penurunan kualitas nalar kritis mahasiswa yang tengah menaungi dunia pendidikan di kalangan Universitas Tanah Air.
            Setidaknya kita harus mulai membongkar nalar kritis mahasiswa untuk pencerahan hidup sebagai perwujudan sikap idealisme yang revolusioner, dan harus melekat disetiap mahasiswa. Menurut KBBI definisi idealisme adalah (1) Aliran ilmu filsafat yang menganggap pikiran atau cita-cita sebagai satu-satunya hal yang benar yang dapat dicamkan dan dipahami, (2) Hidup atau berusaha hidup menurut cita-cita, menurut patokan yang dianggap sempurna. Dan pengertian nomor dua adalah yang sering kita alami. Kalau di runut pada akar kata idealisme dan idealis, Idealisme bermula dari perkataan Plato tentang pandangannya yang ideal bahwa ide adalah esensi yang transenden yang melatari setiap realitas yang ada di luar sehingga ide menjadi realitas yang fundamental. Pandangan tersebutlah yang memunculkan beragam teori seperti George Berkeley dengan pandangan idealisme subjektivnya yang menekankan bahwa keberadaan ide harus bersandar pada akal. Lalu, ada Imanuel Kantt  dengan transenden idealisme yang melihat bahwa ide adalah sesuatu yang transenden dalam pikiran kita. Hegel kemudian mencoba mensintesiskan keduanya sehingga menyebutkan kalau ide adalah esensi dari alam dan alam adalah keseluruhan jiwa yang diobjektivkan (Inspiration of Dunia Shopie, Jostein Garder). Secara garis besar bahwa idealisme itu haruslah berawal dari akal, meskipun terkadang tidak rasional. Setidaknya mahasiswa harus dan wajib mempunyai cita-cita dan prinsip yang mendunia, untuk bagaimana bisa mengubah tatanan hidup yang lebih sejahtera.
            Bagaimana sikap idealisme ini akan berjalan dengan baik, yaitu ketika mahasiswa mempunyai daya intelektual yang luas, mempunyai nalar kritis yang tajam, peka terhadap lingkungan sosial yang kian hari kesejahteraan mulai ramai di perjual-belikan. Jalur pendidikan adalah salah satu cara untuk membentuk idealisme dengan ideal, pendidikan tingkat perguruan tinggi harus mencetak generasi revolusioner. Agaknya budaya banyak membaca buku dan budaya diskusi harus kembali dibudayakan untuk membantu menuntaskan PR yang belum selesai ini, dan mahasiswa tidak hanya dituntut menjadi KUKANG ( Kuliah-Kantin-Pulang ) yang masih dilestarikan dan harusnya mulai ditipiskan saat ini, banyak kegiatan di luar kuliah yang mempunyai manfaat seperti kegiatan diskusi, bedah buku, terjun sosial, dan  masih banyak lagi kegiatan bermutu untuk membantu “Agen Of  Change “ menghadapi tantangan zaman yang dinamis, dan mahasiswa tidak membiarkan waktunya hingga basi baru kemudian sadar bahwa ia telah membuang waktunya.
Biar bagaimanapun idealisme mahasiswa adalah bekal idealisme kita sebagai calon pemimpin bangsa. Seperti pepatah  Arab mengatakan  syubanul yaum, rijalul ghaddi  (pemuda hari ini adalah pemimpin hari esok) ”. Inilah tanggungan “ Agen Of Change ” dan agen revolusioner, karena perubahan pun tak akan berubah hanya karena idealisme semata, namun perlu gerakan dari idealisme kita. Demikian yang diucapkan Soe Hok Gie, “ Patriotisme tidak akan lahir dari hipokrisi dan slogan”. Idealisme mahasiswa adalah idealisme kader Tuhan untuk memperjuangkan kesejahteraan yang menjadi jiwa manusia, dan keadilan sebagai  nurani kita. ” Berfikirlah Bebas, Cerdas, Kritis dan Filosofis”, mari bangkitkan nalar kritis mahasiswa sebagai perwujudan idealisme, sebelum idealisme mahasiswa  benar-benar di injak-injak sampai mati. Lalu saat ini seberapa besarkah nalar kritis dan idealisme yang berkembang dikalangan mahasiswa saat ini???

Posting Komentar

0 Komentar