Pada usia dua belas tahun, ditahun pertama sebagai seorang pelajar disekolah asrama dasar jerman, Schulpforte, Friedrich Nietzche berusaha membuktikan karya filologis pertamanya. Di Livy dia membaca tentang kesatrian Roma Gaius Mucius Scaevola, yang menjulurkan tangannya kedalam api untuk menunjukkan rasa jijiknya terhadap penderitaan, yang dengan demikian menghasut seorang musuh republic Roma.
Teman sekolahnya mengungkapkan bahwa ada sesuatu yang luar biasa didalam suara dan nadanya, didalam pilihan pengungkapannya, yang membuat dia sangat berbeda dengan anak seusiannya. Salah satu sahabat Nietzche di sekolah dasar mengatakan bahwa dia “melihat kamu dengan cara membuat kata-kata yang menusuk kedalam kerongkonganmu”, dan yang lain membandingkan sikap anti kristus masa tuanya dengan kristus masa kecilnya, dengan menentang kaum tua di biara.
Tetapi meskipun tindakan-tindakan nietzche selalu bahkan pada masa kecilnya, luar biasa dan menyebabkan terguncang kaum borjuis pada masa itu, pertahanannya yang berani terhadap Livy dengan banyak cara semata-mata sebuah cara metode pendidikan pforta yang biasa diambil dari sebuah patologi ekstrim.
Di livy minat nietzche, dalam pengertian sempit, adalah “Humanistik” yakni, dia ingin menggambarkan pelajaran moral dari sebuah bacaan kesusastraan klasik, sama seperti yang dilakukan oleh para humanism renaisans. Barangkali dia telah mengembangkan ini dari pengalaman pertamanya di Pforta, karena para guru humanisnya mengasumsikan bahwa para ahli sastra klasik melambangkan nilai-nilai universal dan bahwa karya-karya besar bisa berperan sebagai sumber pelajaran moral yang kuat bagi anak muda.
Pada waktu yang sama, pelajaran-pelajaran yang dicoba nietzche ketika berumur 12 tahun yang berasal dari livy disesuaikan dengan etos militer prusia, kwmudian pendidikan yang rela disesuaikan nietzchce di pforta bisa dicerminkan sebagai humanism yang secara sengaja menjadi tempat untuk pengabdian terhadap nasionalisme Pan –Jerman.
Kesesuaian semacam ini terjadi secara alamiah bagi para guru pforta, yang percaya bahwa moral mereka adalah dilambangkan dalam seluruh pedoman kesusastraan klasik. Mereka percaya bahwa kelahiran mereka dan orang-orang romawi kuno memiliki sebuah kebudayaan dunia tunggal yang mana satu-satunya pilihan adalah barbarism.
Akhirnya, nietzche menunjukkan sebuah perhatian yang tidak matang (precocious) untuk menjelaskan apakah kisah Mucius Scaevola benar-benar terjadi, kemudian dia telah menunjukkan kecenderungan, yang khas dalam humanisme jerman pada abad ke Sembilan belas, terhadap sebuah bacaan positivis tentang masa lalu klasik.
Pada tahun 1824, Leopold von Ranke merumuskan slogan positivism historis dengan klaimnya bahwa para sejarawan bisa menemukan “apa yang benar-benar terjadi”. Tetapi dia melakukan demikian, sebagai ciri khas, dengan harapan bahwa sejarah objektif akan membantu untuk mengabsahkan sebuah etos politik khusus dan aspirasi dari Negara jerman yang baru jadi. Kemudian positivism melengkapi melengkapi metode humanisme abad kesembilan bela, dan nasionalisme sering menjadi motivasinya.

0 Komentar
Terimakasi Atas Partisipasinya Kawan