Tragedi Berdarah yang terjadi di Nangking (Potret Kekejaman Perang Dunia)




Salah satu sejarah perang kontroversial yang terjadi ialah perang yang terjadi di shanghai dan berlanjut pembantaian di nangkin yang dilakukan oleh tentara jepang kepada rakyat sipil Nangking (China) . Berbicara tentang kekejaman perang yang dilakukan oleh  jepang, tentu salah satu tragedi yang tidak bisa terlupakan adalah tentang pembantaian yang dilakukan di nangking (China).  Peristiwa paling kejam sepanjang sejarah perang dunia.  Ketika  invasi jepang ke china terjadi pada 13 Desember 1937, Peristiwa tersebut dikenal luas sebagai pembantaian nangking atau pembantaian Nanjing. Serangkain pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap penduduk nangking yang dilakukan oleh tentara jepang.

Membunuh Karena Frustasi

Dikatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya pembantaian dinangking saat itu adalah, karena adanya frustasi yang dirasakan oleh tentara jepang dengan Negara tiongkok tersebut. Singkatnya, tidak ada penjelasan yang pasti bagaimana pasukan jepang yang menduduki Nanjing atau nangking pada saat itu melakukan tindakan yang sangat tidak manusiawi, namun penjelasan Spence menurut saya yg paling masuk akal.  Tentu pada dasarnya bisasaja dikarenakan karena adanya perasaan frustasi dari pasukan jepang yang sebelumnya telah bertempur secara melelahkan di Shanghai.

Perlu diketahui, bahwa walaupun jepang berhasil memenangkan pertempuran dan menguasai shanghai, mereka tetap mengalami kerugian yang tidak terduga karena betapa kerasnya peerlawanan yang dilakukan oleh pasukan tiongkok. Cukup banyak korban jiwa yang jatuh di pihak jepang dan sebagiann yang berhasil bertahan tentu bisa saja frustasi melihat mahluk yang mereka anggap rendah selama ini ternyata mampu membuat mereka sakit kepala.

Berbicara soal mahluk yang dipandang rendah, juga perlu diketahui bahwa Jepang memiliki doktrin tersendiri yang memandang Tiongkok sebagai negara dan bangsa yang rendah dibandingkan mereka, hal ini bukan lain berkat kekalahan Tiongkok di bawah dinasti Qing pada Perang Sino-Jepang I yang kemudian dianggap sebagai bentuk supremasi kekuatan militer Jepang.

Kemudian kembali ke Nanjing, rasa frustasi pasukan Jepang juga mungkin dikarenakan mereka mendapatkan fakta bahwa pemerintahan Tiongkok sudah melarikan diri dan memindahkan ibukota yang sebelumnya di Nanjing menjadi ke Chongqing, kota yang berada di Tiongkok Tengah. Hal ini jelas menurut saya sangat membuat pasukan Jepang frustasi mengingat kemenangan atas Tiongkok tidak terjadi seperti yang mereka perkirakan.

adi saya rasa masuk akal pasukan Jepang sangat - sangat frustasi pada saat itu, mereka sudah kelelahan dan ternyata gagal menang, seperti menyiramkan bensin ke kobaran api yang sudah besar. Maka dimulailah pembantaian dan tindakan keji lainnya macam pemerkosaan dan penyiksaan yang tidak bisa dibayangkan seberapa kejamnya.

Walaupun masih diperdebatkan jumlah korbannya, namun dipercaya antara 50–300 ribu jiwa melayang dalam pembataian yang terjadi selama hampir sebulan ini. Kebanyakan korban juga adalah wanita dan anak - anak, yang banyak diperkosa lalu dibunuh secara keji macam alat kelaminnya ditusuk bayonet atau dipenggal hidup - hidup.

Kompetisi Membunuh

Kepadatan penduduk yang cukup tinggi barangkali merupakan salah satu alasan di balik Pembantaian Nanking. Akibat krisis di Manchuria, jumlah penduduk kota Nanking meningkat drastis dari tahun ke tahun sepanjang periode 1930-an. Catatan China News Digest menyebut populasi setempat melompat dari sekitar 250 ribu jiwa menjadi lebih dari satu juta orang jelang pertengahan 1930-an. Sebagian besar dari mereka adalah pengungsi. 

 Setelah Nanking jatuh ke tangan Jepang, penduduk yang tertahan di dalam kota hanya berhasil menyelamatkan diri ke dalam zona aman yang dibuat komite internasional. Zona yang dibangun oleh kelompok orang asing yang terdiri dari para diplomat, pebisnis, dan golongan misionaris ini hanya mampu menampung sekitar 200 ribu orang.

Meski demikian, pembantaian belum benar-benar selesai. Selama enam minggu, serdadu Jepang beberapa kali masuk ke kamp-kamp pengungsian dan menarik keluar beberapa orang untuk dibunuh. Bahkan ada kalanya pembunuhan dan pemerkosaan itu justru terjadi di dalam tempat perlindungan.

Misionaris Kristen, John Magee, seperti dicatat BBC mendeskripsikan bahwa serdadu Jepang membunuh para tahanan dan warga sipil lainnya ibarat berburu kelinci. Di areal “perburuan” bernama Nanking, para korban dianiaya dan dibunuh dengan cara dipenggal atau dibakar. Jasadnya kemudian difoto sambil diapit para serdadu Jepang yang sedang mengumbar senyum.

 

Selama bertahun-tahun, peneliti Theodore Failor Cook dan istrinya, Haruko Taya Cook, berusaha memahami alasan di balik kekejaman serdadu Jepang di Cina sebelum Perang Dunia II. Menurut temuan suami istri ini yang tertuang dalam Japan at War: An Oral History (2000), aksi kekerasan yang sebagian besar dilakukan oleh serdadu berusia remaja tersebut bahkan tidak ada kaitannya dengan memori kolektif perang sipil di Jepang.

Bentuk kekejaman militer Jepang di Cina, lanjut Cook, lebih mendekati penghancuran dan pembunuhan sistematis yang kerap dilakukan bangsa Mongol terhadap daerah urban yang memiliki populasi padat. Namun Cook menemui banyak kesulitan memperluas argumennya ketika berusaha menganalisa watak serdadu Jepang di balik Pembantaian Nanking. Ia menyebutnya ibarat masuk ke dalam “lubang hitam.

Kekejaman tidak hanya berhenti di situ. Pembantaian tidak hanya terjadi kepada laki-laki, tetapi juga perempuan. Tentara Jepang memperkosa sedikitnya 20 ribu orang perempuan serta gadis dari segala usia. Sebagian besar dari korban pemerkosaan itu kemudian dimutilasi atau dibunuh usai nafsunya terpuaskan.

Tidak lama setelah Perang Dunia II berakhir, Pengadilan Militer Internasional Timur Jauh menjatuhkan hukuman mati kepada Jenderal Matsui Iwane atas dakwaan kejahatan perang. Matsui kemudian dieksekusi pada 23 Desember 1948 dengan cara digantung. 

 

Sumber : Historipedia

Penulis: Asri



 

Posting Komentar

0 Komentar