
Nama Tjipto mangungkusumo, tercatat tebal dalam tinta sejarah kemerdekaan nasional sebagai salah satu pendiri Indischie Partij sebagai organisasi politik pertama, organisasi yang ia dirikan bersama Ernest Douwes Dekker dan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hadjar Dewantara) dalam lintasan sejarah, tercatat sebagai organisasi politik pertama kali mencetuskan ide pemerintahan sendiri, ditangan penduduk setempat dan bukan oleh orang belanda.
Tjipto
mangungkusumo lahir pada, 14 maret 1886 bejangan jepara jawa tengah. Tjipto merupakan putra tertua
dari Mangungkusumo, seorang priayi rendahan dalam struktur masyarakat jawa.
Meski hanya seorang priai rendahan, mangungkusumo berhasil menyekolahkan tiga
anaknya termasuk Tjipto, di Stovia Batavia, sekolah Dokter pertama di Hindia
Belanda. Saat
menempuh pendidikan di Stovia, Tjipto dikenal sebagai seorang pribadi yang
jujur, berfikiran tajam dan rajin.
Sejak tahun 1907 priai muda yang suka membaca menghadiri ceramah-ceramah dan bermain catur ini, sudah menulis diharian De Locomotif lewat tulisan-tulisannya, Tjipto sering mengkritik hubungan feodal maupun kolonial yang dianggapnya sebagai sumber penderitaan rakyat. Akibat tulisan-tulisannya di harian De locomotif, Tjipto sering mendapat teguran dari pemerintah Kolonial. namun untuk mempertahankan kebebasannya dalam berpendapat, Tjipto kemudian keluar dari dinas pemerintah dan mengembalikan sejumlah ikatan dinas yang diterimanya dari pemerintah.
De Locomotief adalah surat kabar berbahasa Belanda yang terbit di Semarang. Ia dikenal sebagai corong suara kaum etisi yang mendukung politik balas budi pemerintah kolonial kepada masyarakat bumiputera di Hindia Belanda”.
Saat Budi Utomo terbentuk, pada tanggal 2 mei 1908, Tjipto menyambut baik dan langsung bergabung dengan organisasi masyarakatan Bumi Putra pertama dalam sejarah Indonesia ini, namun saat merasa Budi Utomo menjadi organisasi Konserfatif yang hanya berkonsentrasi memajukan kebudayaan Jawa dan kurang member ruang dibidang lain, semisal aktifitas politik diberbagai kalangan, Tjipto memutuskan keluar dari Budi Utomo.
![]() |
| Para Penggagas Budi Utomo |
Dalam kongres pertama organisasi yang banyak diikuti oleh birokrat jawa ini, Tjipto berselisih pandangan dengan salah seorang tokoh Budi Utomo, Radjiman Wedyodiningrat. Menurut Tjipto, sebagai organisasi politik yang harus selalu bergerak secara demokratis dan terbuka bagi semua rakyat Indonesia, Budi Utomo juga harus menjadi pemimpin bagi rakyat dan tidak menjalin hubungan denganpemimpin birokrasi pemerintahan Kolonial seperti bupati dan pegawai tinggi lainnya.
Meski diangkat sebagai pengurus Budi Utomo setelah kongres pertama organisasi ini, namun Tjipto lebih memilih mundur dari Budi Utomo. setelah mengundurkan diri, Tjipto mangungkusumo membuka praktik dokter di Solo.
Saat dimalang jawa timur, terjangkit wabah Pest pada sepanjang tahun 1911, Tjipto dan beberapa dokter jawa lain, terjun ke kampung-kampung untuk mengobati penderita wabah. Berkat keterlibatannya ini, Tjipto mendapatkan penghargaan bintang emas dari pemerintahan kolonial Hindia belanda. Meskipun Tjipto mendapatkan penghargaan dari pemerintahan Kolonial belanda, namun buat dia, itu bukanlah target untuk mendapatkan penghargaan, namun targetnya adalah demi mengabdi kepada kemanusiaan sebagai seorang dokter.
![]() |
| Tjipto saat mengobati rakyat yang terkena wabah pest |
Ia adalah seorang dokter rakyat. Seorang pelajar pada awal abad ke-20, yang menggunakan ilmu dan kepandaiannya untuk mengabdi kepada rakyat kecil dan menyebarkan gagasan kemerdekaan serta kebangsaan kepada masyarakatbangsanya. Ia adalah Tjipto Mangungkusumo, salah seorang tokoh revolusioner dalam sejarah Indonesia, yang dengan keberanian dan pikiran kritisnya, ikut merintis gerakan kebangkitan nasional bangsa Indonesia.
Nama Tjipto mangungkusumo, tercatat tebal dalam tinta sejarah kemerdekaan nasional sebagai salah satu pendiri Indischie Partij sebagai organisasi politik pertama, organisasi yang ia dirikan bersama Ernest Douwes Dekker dan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hadjar Dewantara) dalam lintasan sejarah, tercatat sebagai organisasi politik pertama kali mencetuskan ide pemerintahan sendiri, ditangan penduduk setempat dan bukan oleh orang belanda.
Kriktik Tjipto terhadap Pemerintah
Sindiran Tjipto kepada penjajah Belanda tak dilakukan sekali saja. Di berbagai kesempatan, Tjipto yang bersifat impulsif, emosional dan radikal sering kali tak mau mendengarkan atau mematuhi larangan pemerintah Belanda.
Dalam hatinya, Tjipto meyakini seluruh larangan itu adalah bentuk penghinaan kepada kaum bumiputra. Seolah-olah kaum bumiputra adalah budak di rumah mereka sendiri. Ogah dia kompromi pada Belanda. Dengan cara yang cenderung nyeleneh, Tjipto terus melakukan perlawanan.
Keberanian Tjipto menembus eksklusivitas Societeit –-tempat pesta Belanda kaya raya-- adalah salah satunya. Dalam sejarahnya, Societeit hanya dapat dimasuki oleh orang Eropa kaya dan sangat kaya. Belanda miskin dan kaum bumiputra dilarang masuk.
Tapi, Tjipto memberanikan diri untuk masuk Societeit yang penuh orang belanda. Meski begitu, Tjipto tak tampil dengan dandanan khas Eropa. Tjipto justru menggunakan pakaian khas Indonesia, seperti kain batik dan jas lurik tenunan Klaten.
“Karuan saja seluruh Gedung Sociteit ribut karena kemasukan seorang inlander (pribumi) yang dianggap kurang ajar. Segera diperintahkan seorang opas (penjaga) untuk mengusir Tjipto keluar dari gedung. Maka dengan lantangnya tjiipto memaki-maki opas serta orang-orang yang ada di dekatnya dengan bahasa Belanda yang fasih. Maka tercengang-cenganglah mereka karena terpengaruh oleh kewibawaan Tjipto. Demikianlah antara lain cara tjipto melakukan protes terhadap politik perbedaan ras,” ungkap Soegeng Reksodihardjo dalam buku Dr. Cipto Mangunkusumo
“Kekurangajaran” Tjipto kepada pemerintah kolonial semakin jadi. Tjipto yang tak kenal takut pernah sengaja datang ke sebuah stasiun kereta api. Di saat kereta khusus untuk orang kulit putih datang, Tjipto kemudian membeli karcis kereta tersebut. Singkat cerita, tiket itu diberikannya kepada seorang pengemis. Setelah pengemis masuk, karuan teriakan-teriakan noni-noni dan sinyo Belanda langsung terdengar.
![]() |
| Tjipto Mangoenkoesoemo, Ki Hajar Dewantara, Ernest Douwes Dekker dan sejumlah tokoh lain (Sumber: Wikimedia Commons) |
Bahkan, dalam satu waktu Tjipto berani mengendarai keretanya di depan halaman Istana Kasunanan Surakarta, yang saat itu kaum bumiputra dilarang keras mengendarai kereta kuda. Langkah itu dilakukan Tjipto sebagai bentuk kebenciannya terdapat sistem kolonialisme dan feodal.
“Dia mengemudikan kereta kudanya di depan halaman istana sultan, karena hanya sultan dan putri yang dibolehkan berjalan di sana pada waktu itu,” imbuh Takashi Shiraishi dalam buku 1000 Tahun Nusantar
Pengasingan
Melihat kenyataan itu, Pemerintah Hindia Belanda menganggap tjipto sebagai orang yang sangat berbahaya, sehingga Dewan Hindia (Raad van Nederlandsch Indie) pada 15 Oktober 1920 memberi masukan kepada Gubernur Jenderal untuk mengusir tjipto ke daerah yang tidak berbahasa Jawa. Akan tetapi, pada kenyataannya pembuangan tjipto ke daerah Jawa, Madura, Aceh, Palembang, Jambi, dan Kalimantan Timur masih tetap membahayakan pemerintah. Oleh sebab itu, Dewan Hindia berdasarkan surat kepada Gubernur Jenderal mengusulkan pengusiran tjipto ke Kepulauan Timor. Pada tahun itu juga tjipto dibuang dari daerah yang berbahasa Jawa tetapi masih di pulau Jawa, yaitu ke Bandung dan dilarang keluar kota Bandung. Selama tinggal di Bandung, tjipto kembali membuka praktik dokter. Selama tiga tahun tjipto mengabdikan ilmu kedokterannya di Bandung, dengan sepedanya ia masuk keluar kampung untuk mengobati pasien.
Di Bandung, tjipto dapat bertemu dengan kaum nasionalis yang lebih muda, seperti Sukarno yang pada tahun 1923 membentuk Algemeene Studieclub. Pada tahun 1927 Algemeene Studieclub diubah menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Meskipun tjipto tidak menjadi anggota resmi dalam Algemeene Studieclub dan PNI, tjipto tetap diakui sebagai penyumbang pemikiran bagi generasi muda. Misalnya Sukarno dalam suatu wawancara pers pada 1959, ketika ditanya siapa di antara tokoh-tokoh pemimpin Indonesia yang paling banyak memberikan pengaruh kepada pemikiran politiknya, tanpa ragu-ragu Sukarno menyebut tjipto Mangunkusumo.
Akhir Hayat Tjipto Mangoengkoesoemo
Dalam pembuangan, penyakit asmanya kambuh. Beberapa kawan Cipto kemudian mengusulkan kepada pemerintah agar Cipto dibebaskan. Ketika Cipto diminta untuk menandatangani suatu perjanjian bahwa dia dapat pulang ke Jawa dengan melepaskan hak politiknya, Cipto secara tegas mengatakan bahwa lebih baik mati di Banda daripada melepaskan hak politiknya. Cipto kemudian dialihkan ke Bali, Makasar, dan pada tahun 1940 Cipto dipindahkan ke Sukabumi. Tjipto meninggal dunia pada 8 Maret 1943 satu tahun sebelum indonesia memproklamirkan kemerdekaan akibat penyakit asma.
|Asrhi
Mahasiswa Ratte
Sumber : Berbagai Sumber



1 Komentar
Terharu
BalasHapusTerimakasi Atas Partisipasinya Kawan